Kamis, 20 Desember 2012

Secangkir Kopi Panas-pun Mendingin


Malam ini hanya ada saya dan secangkir kopi panas...
Haha... ya... kopi panas...
Ngopi tengah malem gini sebenernya bukan rutinitas saya... Hanya saja, kali ini terlalu sepi...
Emm... Mungkin secangkir kopi ini adalah satu2nya ide yang saya dapat untuk pelipur lara... Menemani saya untuk sedikit berkontemplasi.

Saya lagi sedih ni. Bahasa kerennya sih GALAU. Hahaha...

Tawa saya terdengar miris ya?
Oke maaf. Ga pke "Haha" lg de...
hmm... pengen tereakk "BANGSATTT!!!" sambil koprol2...
Tp jadi kayak anak kurang kerjaan. Pdahal kerjaan bejibun uda siap bkin tdur saya gak nyenyak.. #FUKFUK :|

Cukup ya basa-basinya. Sebenernya saya mau curhat. Gapapakan?
Ya gapapalahh... blog2 gue! -.-a

Ini soal hari ini.
Hari ini indah banget. Langitnya oranye. Trus jadi warna magenta gitu. Awannya bantet jadi kayak kapas. Kliatannya lembuut banget. Indah :D
*ups! bukan itu yang mau saya curhatin.

Ini soal hari ini.
Tapi bukan murni hari ini.
Ini soal hari ini dan akumulasi hari2 sebelum hari ini.
Tentang fluktuasi hati dan tentang sebuah batas.

Dia dan saya. Dulu saya dengan bangga apdet status d fesbuk, "Karena menyayangimu menyenangkan, saya ingin terus melakukannya." So swit ya. Dulu saya juga bilang, "Aku milih kamu tuh soalnya klo sama kamu itu rasanya pas. Pas aku pengen ketemu, kamu ngajak ketemu. Pas aku masih pengen lebih lama sama kamu, eh bannya bocor. De el el yang sejenis." Rasanya dulu takdir sangat mendukung untuk membuat saya yakin dengan perasaan ini.

Namun inilah dunia. Bumi ber-rotasi. Siang dan malam saling berganti. Air laut menguap, menggumpal jadi awan, lalu menjelma jadi hujan. Dunia yang dinamis. Segalanya bergerak, berputar, berubah. Semua memiliki siklusnya sendiri. Tak ada yang benar2 statis. Bahkan batu yang sekeras itu pun bisa berubah karena terkikis. Dan siklus hati adalah siklus yang paling tak pasti. Sekarang, segalanya perlahan bergejolak. "Pas" itu tak ada lagi. Entah apa yang sebenarnya tak sama. Apa yang berubah? Aku? Kamu? Iklim? Alam? Operator? Atau... perasaannya?
Entahlah.

Semakin lama, fluktuasi hati yang ia cipta semakin memporakporandakan rasa. Pernah saya melambung tinggi, mencipta jejak2 tak abadi di udara, tertawa dan tak pernah ingin mendarat. Namun tak lama, saya terhempas ke daratan, diinjak lalu diabaikan. :')
Entah perumpamaan ini berlebihan atau tidak. Tapi tak ada rasa yang benar2 lebih buruk dari diabaikan. Diabaikan setelah berusaha bangkit dari rasa dikecewakan.

Saya tak menuding. Tak menyalahkan, atau apapun sejenisnya. Saya hanya berusaha memaparkan sudut pandang saya. Mungkin saya yang terlalu rapuh. Tak sekuat yang saya kira. Dan mungkin tak cukup kuat untuk terus bertahan seperti ini. Saya lelah. Entah sampai dimana lelah ini akan menemui batasnya. Tapi sejauh ini saya masih ingin bertahan. Tak apa sedikit terseok. Namun jika nanti saya tak punya tenaga lagi untuk bangkit setelah terhempas. Akan ada masanya saya menyerah. Berat memang. Saya dan dia. Kelemahan kami saling menyakiti. Saya dengan ketidaksabaran saya, dan dia yang hidup di waktunya sendiri. Saya tahu setiap kisah tak pernah sempurna. Beberapa kisah bertahan dan beberapa lainnya menyerah pada ketidaksempurnaan itu. Dan tentang kisah kami, tak ada teori pasti. Seperti dunia yang terus berubah. Kisah ini tak bersarang pada satu titik beku yang abadi. Seperti secangkir kopi panas ini. Tak akan selamanya kopi ini berdiam di derajat panas seperti saat saya baru mulai berkontemplasi tadi. Pada saat ini, kopi panas telah mendingin. Tak lagi penuh dan menggoda, karena kini hanya bersisa cangkir dengan sedikit cairan berwarna coklat yang tergenang di dasarnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar